Sunday, November 19, 2017

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1          Latar Belakang
Hidrosefalus masih merupakan masalah yang sangat penting dalam dunia kesehatan, terutama bila dikaitkan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak karena terjadinya gangguan pertumbuhan otak, sehingga otomatis bila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang lebih parah lagi, bahkan menjadi kasus yang berat dan berakibat fatal, (Darsono : 2005)
Hidrosefalus itu sendiri adalah penimbunan cairan serebrospinal yang berlebihan di dalam otak. Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono 2005). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun ( DeVito et al, 2007 ).
Secara statistik ditemukan bahwa dengan penanganan bedah dan penatalaksanaan medis yang baik sekaipun, didapatkan hanya sekitar 40 % dari penderita hidrosefalus mempunyai kecerdasan yang normal dan sekitar 60 % mengalami cacat kecerdasan dan fungsi motorik yang bermakna. (Suriadi dan Yulianti, 2001)
Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
1.2          Tujuan
1.      Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat merancang berbagai cara untuk mengantisipasi masalah serta dapat melakukan asuhan pada kasus hidrosefalus.
2.                  Tujuan Khusus
§  menjelaskan tentang definisi Hydrocephalus
§  menjelaskan tentang epidemiologi dari hidrosefalus
§  menjelaskan tentang etiologi Hydrocephalus
§  menjelaskan tentang klasifikasi Hydrocephalus
§  menjelaskan tentang patofisiologi dan pathogenesis Hydrocephalus
§  menjelaskan tentang manifestasi Klinis Hydrocephalus
§  menjelaskan tentang pemeriksaan Diagnostik Hydrocephalus
§  menjelaskan tentang penatalaksanaan Hydrocephalus
§  menjelaskan tentang prognosis hidrosefalus
§  menjelaskan tentang asuhan kebidanan Hydrocephalus



1.3          Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud tentang definisi Hydrocephalus?
2.      Apa yang dimaksud tentang epidemiologi dari hidrosefalus?
3.      Bagaimana tentang etiologi Hydrocephalus?
4.      Apa saja klasifikasi Hydrocephalus?
5.      Bagaimana  tentang patofisiologi dan pathogenesis Hydrocephalus?
6.      Apa saja tentang manifestasi Klinis Hydrocephalus?
7.      Apa saja tentang pemeriksaan Diagnostik Hydrocephalus?
8.      Bagaimana  tentang penatalaksanaan Hydrocephalus?
9.      Apa saja komplikasi Hydrocephalus?
10.  Bagaimana  tentang prognosis hidrosefalus?
11.  Bagaimana  tentang asuhan kebidanan Hydrocephalus?

1.4          Manfaat
Menambah wawasan serta pengetahuan kita terhadap asuhan kebidanan dalam bentuk SOAP.


















BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1  Definisi
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).
Hidrocefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal dan adanya tekanan intrakranial (TIK) yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengeluarkan likuor (Depkes RI, 1989).
Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempat sepanjang perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi berlebihan cairan serebrospinal dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi atau trauma. Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak – anak yang disebabkan oleh papyloma pleksus dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995). Pembagiaan hydrocephalus pada anak dan bayiHydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Kongenital
Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan dalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
b. Non Kongenital
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya yaitu penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian teganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial sehingga perbedaan antara hydrocephalus kongenital dan hydrocephalus non kongenital terletak pad pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.
Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga dalam 2 bagian, terbagi yaitu;
a. Hydrocephalus Komunikan (kommunucating hydrocephalus)
Pada hydrocephalus Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.
b. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus)
Pada hydrocephalus nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hydrocephalus kongenital adalah pada sistem ventikel sehingga terjadi bentuk hydrocephalus nonkomunikan.

2.2 Epidemiologi
                 Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).
2.3 Etiologi
Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono (1998 );
1. Sebab-sebab Prenatal
Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini mencakup malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik.
2. Sebab-sebab Postnatal
a)      Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan liquor berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen magmum.
b)      Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala, ruptura malformasi vaskuler.
c)      Meningitis. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak
d)     Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani, trombosis jugularis.
Penyebab sumbatan aliran CSF, Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak – anak. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah:
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis Aquaductus sylvi
Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.

b. Spina bifida dan cranium bifida
Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
d. Kista Arachnoid
Dapat terjadi   conginetal membai etiologi menurut usia
e. Anomali Pembuluh Darah  
2. Infeksi
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi ruang subarakhnoid,misalnya meningitis.


3)        Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4)        Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
5.      Degeneratif.
Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe.
6.      Gangguan Vaskuler
Æ      Dilatasi sinus dural
Æ      Thrombosis sinus venosus
Æ      Malformasi V. Galeni
Æ      Ekstaksi A. Basilaris
Æ      Arterio venosusmalformasi

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
-          Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
-          Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
-          Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
-          Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
            Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1.      Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga:
a.       Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
b.      Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2.      Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya. Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam tiga bagian yaitu :
1.      Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
2.      Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan. Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
3.      Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.
2.5 Patofisiologis dan Pathogenesis
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu:
1.            Produksi likuor yang berlebihan
2.            Peningkatan resistensi aliran likuor
3.            Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial(TIK) sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1.            Kompresi sistem serebrovaskuler.
2.            Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3.            Perubahan mekanis dari otak.
4.            Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5.            Hilangnya jaringan otak.
6.            Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)

2.6 Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial.
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1.       Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).

2.      Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
            Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal.
Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
1.            Fontanel anterior yang sangat tegang.
2.            Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3.            Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
4.            Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213).
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
a.       Bayi :
1.      Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2.      Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3.      Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
4.      Muntah
5.      Gelisah
6.      Menangis dengan suara ringgi
7.      Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
8.      Peningkatan tonus otot ekstrimitas
9.      Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat jelas.
10.  Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas Iris
11.  Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
12.  Strabismus, nystagmus, atropi optic
13.  Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
b.      Anak yang telah menutup suturanya :
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :
1.            Nyeri kepala
2.            Muntah
3.            Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4.            Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5.            Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6.            Strabismus
7.            Perubahan pupil
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan      psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
1.      Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
2.      Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
      2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
      3.  Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
       4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
      5.  Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
      6.  CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
       7.  MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

2.8 Penatalaksaaan
a. Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1.         Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2.         Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3.         Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a.       Drainase ventrikule-peritoneal
b.      Drainase Lombo-Peritoneal
c.       Drainase ventrikulo-Pleural
d.      Drainase ventrikule-Uretrostomi
e.       Drainase ke dalam anterium mastoid
f.       Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.

4.         Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
5.     Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:
1. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
2. Internal
    a.   CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
§  Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
§  Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
§  Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
§  Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
§  Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
b.      “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting:
1.     Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2.     Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3.     Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4.     Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7).
Ventriculo-Peritneal Shunt
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
b.Farmakologis
      Acetazolamide (ACZ) dan furosemid (FUR) mengobati hidrosefalus posthemorrhagic pada neonatus. Keduanya adalah diuretik untuk mengurangi sekresi dari CSF pada tingkat koroid pleksus. ACZ dapat digunakan sendiri atau bersama dengan FUR. Kombinasi ini meningkatkan efektivitas ACZ dalam menurunkan sekresi CSF oleh koroid pleksus.
       Jika ACZ digunakan sendiri, tampaknya menurunkan risiko nefrokalsinosis secara signifikan. Obat untuk pengobatan hidrosefalus adalah kontroversial. Terapi tersebut harus digunakan hanya sebagai tindakan sementara untuk hidrosefalus posthemorrhagic pada neonatus.


                      Karbonat anhidrase inhibitor
Obat ini untuk menghambat enzim yang ditemukan dalam banyak jaringan tubuh yang mengkatalisis reaksi reversibel di mana karbon dioksida menjadi terhidrasi dan asam karbonat dehidrasi. Perubahan ini dapat mengakibatkan penurunan produksi CSF oleh koroid pleksus.
Acetazolamide (Diamox)  
Kompetitif reversibel penghambat karbonat anhidrase enzim, yang mengkatalisis reaksi antara air dan karbon dioksida, sehingga proton dan karbonat. Hal ini memberikan kontribusi untuk penurunan sekresi CSF oleh koroid pleksus. Mengurangi volume cairan serebrospinalis: Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari)
*      Diuretik loop
Obat ini untuk meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu sistem cotransport klorida-mengikat, yang hasil dari penghambatan reabsorpsi natrium dan klorida di ascending loop dari Henle tubulus ginjal dan distal.
Furosemide (Lasix) 
Mekanisme yang diusulkan untuk menurunkan ICP meliputi turunnya penyerapan natrium otak, mempengaruhi transportasi air ke dalam sel astroglial oleh pompa menghambat selular kation-klorida membran, dan penurunan produksi CSF oleh anhydrase karbonat menghambat. Digunakan sebagai terapi tambahan dengan ACZ dalam pengobatan hidrosefalus sementara posthemorrhagic pada neonatus. Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis Lakukan pemeriksaan serum elektrolit secara berkala untuk mencegah terjadinya efek samping.

Tindakan bedah
          Pembedahan merupakan pilihan terapi yang lebih disukai. Ulangi pungsi lumbal dapat dilakukan untuk kasus hidrosefalus setelah perdarahan intraventricular, karena kondisi ini bisa menghilang secara spontan. Jika reabsorpsi tidak dilanjutkan bila kandungan protein cairan serebrospinal (CSF) kurang dari 100 mg / dL, resorpsi spontan tidak mungkin terjadi. Lumbal punsi dapat dilakukan hanya dalam kasus-kasus hidrosefalus berkomunikasi.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menangani hidrosefalus antara lain :
1.      Menggunakan teknologi pintasan seperti silicon
Hal ini penting karena selang pintasan itu ditanam di jaringan otak, kulit dan rongga perut dalam waktu yang lama bahkan seumur hidup penderita, sehingga perlu dihindarkan efek reaksi penolakan oleh tubuh. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan dilakukan setelah diagnosis dilengkapi dan indikasi serta syarat dipenuhi. Tindakan dilakukan terhadap penderita yang dibius otak ada sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak yang selanjutnya selang pintasan ventrikel dipasang, disusul kemudian dibuat sayatan kecil didaerah perut antara kedua ujung selang tersebut dihubungkan, dengan sebuah selang pintasan rongga perut antara kedua ujung selang tersebut dihubungkan, dengan sebuah selang pintasan yang ditanam di bawah kulit sehingga tidak terlihat dari luar.


2.      Teknik neuroendoskopi
Endoskopi dapat digunakan sebagai alat diagnosa dan sekaligus tindakan bedah. VRIES pada tahun 1978 mengembangkan endoskopi yang canggih, yakni sebuah selang fiber optik yang dilengkapi dengan peralatan bedah mikro dan sinar laser. Dengan demikian melalui sebuah lubang di kepala, selang dipadu dengan layar televisi, dioperasikan alat bedah untuk membuka tumor yang menyumbat rongga ventrikel.



2.9 Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi.   Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari bahan – bahan khusus ( jaringan /eksudat  ) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius.
2.10 Prognosis
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk. Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)






BAB 3
ASKEB PADA BAYI DENGAN HIDROSEFALUS NON KOMUNIKAN

Tanggal     :  17 Agustus 2014                                                Jam            :  16.00 WIB
Identitas
Nama bayi          :  Bayi Ny “N
Umur                  :  4 bulan
Tgl/Jam/Lahir     :  11-06-2012/14.50 WIB/Sptn B
Jenis Kelamin     :  Perempuan
Berat Badan       : 2750 gr
Panjang badan    :  46 cm
Nama Ibu                    :  Ny ”I”                            Nama Ayah           :  Tn. “D
Umur                           :  23 Th                              Umur                     :  23 Th
Suku/Kebangsaan       :  Jawa/Indonesia              Suku/Kebangsaan :    Jawa/Indonesia
Agama                         :  Islam                               Agama                  :  Islam
Pendidikan                  :  SMA                               Pendidikan          :  SMK
Pekerjaan                     :  IRT                                 Pekerjaan              :  Swasta
Alamat rumah             :  Senden, Peterongan Jombang
S          : bayi N jenis kelamin perempuan dengan usia 4 bulan dangan berat badan 8,6 kg,  ibu mengatakan kepala bayi membesar sejak 2 bulan yang lalu dengan bentuk berbenjol-benjol pada bagian atas dan dahi kepala. Membesar diawali dibagian dahi dan diikuti dibagian  lain. Saat ini bayi tidak bisa memiringkan tubuhnya, hanya bisa berbaring terlentang dan responya pasif.
O         : KU : Buruk , KES : CM, PB : 65 cm, BB : 8,6 Kg, Lingkep : 6,7 cm, kepala : tampak membesar, Asimetris, berbenjol pada bagian pariental dan frontal, UUB : Menonjol, Terbuka
Sutura melebar, pada benjolan teraba fluktuasi.
Mata : kearah bawah/ sunset fenomena, konjungtiva : pusat,
Telinga : secret (-),  hidung : secret (-)
Pemeriksaan CT Scan Kepala : tampak pelebaran berat, fentrikel kanan,
fentrikel kiri, tampak massa di fentrikel IV dengan pelebaran vosa posterior
A         : Bayi N 4 bulan dengan Hidrosefalus non komunikan
P          :
§  Beritahu ibu hasil pemeriksaan.
Evaluasi Ibu mengetahui hasil pemeriksaan
§  Beri terapi ceftriaxone 1 x 250 mg.
Evaluasi sudah diberikan terapi ceptriaxon.
§  Anjurkan ibu untuk memperhatikan gizi dan makanan bayi.
Evaluasi Ibu mengerti dan mau memperhatikan gizi dan makanan bayinya.
§  Anjurkan kepada ibu untuk konsul khusus pada dokter special bedah syaraf  agar bayinya mendapatkan tindakan operatif dalams  bentuk pemasangan Vp SHUNT.
Evaluasi Ibu mengerti dan mau membawa bayinya untuk ke dokter spesialis bedah syaraf


















BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Jumlah cairan serebrospinal (CSF) dalam rongga serebrospinal yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf. Keadaan ini disebut hydrocephalus yang berarti “kelebihan air dalam kubah tengkorak”. Jadi, hydrocephalus dapat diakibatkan oleh pembentukan cairan berlebihan oleh pleksus koroideus, absorpsi yang inadekuat, atau obstruksi aliran keluar pada salah satu  ventrikel atau lebih.
Ada dua jenis hydrocephalus : nonkomunikans, yaitu aliran cairan dari sistem ventrikel ke ruang subarachnoid mengalami sumbatan dan komunikans yaitu tidak ada sumbatan. Sindroma klinis yang berhhubungan dengan dilatasi yang progresif pada sistem ventrikuler serebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi. CSF yang ada menigkatkan kecepatan absorpsi oleh vilii arachnoid. Akibat berkelebihannya cairan serebrospinal dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya cairan. Penyebab penyumbatan aliran CSF yang sering terjadi pada bayi dan anak adalah kelainan bawaan (kongenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan.
4.2 Saran
Tindakan alternatif selain oprasi di terapkan khususnya bagi kasus – kasus yang mengalami sumbatan di dalam system ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan terapeutik semacam ini perlu. Dalam pembuatan makalah ini , masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, sangat diperlukan kritik dan saran yang membangun  agar dalam pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi. Selain itu, makalah ini disarankan pula untuk dijadikan tolak ukur dalam pembuatan makalah-makalah selanjutnya.









 DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E, ( 1999), Rencana Asuhan keperawtan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta
Fauziah, Afroh dan Sudarti. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.     Yogyakarta : Nuha Medika
Hidayat, Alimul, A. Aziz (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : EGC.
        http://www.hydroassoc.org/, diambil pada tanggal 29 Juli 2008 pukul 20.30 Wib.
Lynda Juall Carpenito, ( 2000) Buku Saku : Diagnosa Keperawatan, Ed.8, EGC, Jakarta
Robert M. Kliegman, Ann M.Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.
Supartini, Yupi. ( 2004 ). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Tucker, Martin Susan (1998). Patien Care Standars :Nursing Process, Diagnosis, and Outcome (Yasmin, penerjemah). Mosby (sumber asli diterbitkan 1992).







0 comments :

Post a Comment